~ Menelusuri
Eksistensi Makanan Khas Maluku Utara di Rumah Makan
Kota Ternate ~
Maluku Utara, provinsi kepulauan dengan potensi alam
berlimpah di Timur Indonesia. Provinsi ini kaya akan budaya dan adatnya, yang
tercermin dari keberagaman pangan-pangan tradisionalnya. Maluku Utara atau yang
dikenal Moloku Kie Raha, merupakan pusat empat kesultanan, yakni Ternate,
Tidore, Bacan, dan Jailolo. Keberadaan kesultanan ini memegang peranan penting
dalam penyebaran makanan tradisional di Maluku Utara.
Di tanah Kie Raha ini, adat dan budaya berkembang
dengan baik secara turun temurun. Tidak sedikit pula jenis pangan atau masakan
yang awalnya hanya disajikan di kesultanan, lama-kelamaan menyebar ke rakyatnya.
Warisan kuliner di Maluku Utara ada berbagai macam, dan sampai saat ini telah menjadi
makanan wajib yang disajikan dalam upacara-upacara besar, upacara adat, upacara
keagamaan, maupun menjadi bagian dari konsumsi sehari-hari.
Mahasiswa program studi Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Khairun, Ternate pada hari Ahad (6/1/2019)
telah melakukan Ekspedisi Makanan Tradisional Maluku Utara. Sekelompok
mahasiswa yang terdiri dari Nahdiah,
Markisa, Sulti, Ardi, Rijalun, Muhlis, dan Asri ini memilih
warung-warung makan di Kota Ternate, sebuah kota yang pesat akan perkembangan
di Maluku Utara, sebagai objek kajiannya.
Ekspedisi dimulai dari pukul 6 pagi yakni saat semua
pengusaha rumah makan memulai persiapannya. Ada dua rumah makan yang
dikunjungi, yakni Rumah Makan Popeda Nurul Sabila di area Pasar Gamalama, dan
Rumah Makan Jailolo di Falajawa 1. Hasil ekspedisi berupa observasi lapangan
dan wawancara menunjukkan bahwa meskipun sama-sama menjual makanan tradisional,
terdapat perbedaan mendasar dari tujuan pendirian kedua rumah makan tersebut.
Rumah Makan Popeda Nurul Sabila merupakan salah satu
diantara tiga rumah makan popeda yang berjejer di suatu lorong dalam kepadatan
Pasar Gamalama. Menu yang disajikan di rumah makan ini belum ada modifikasi
atau campuran tradisi dari daerah lain, melainkan masih mempertahankan ciri
khas Maluku Utara baik dari segi jenis-jenis masakannya, resep, bahan,
citarasa, serta cara penyajiannya. Menu-menu yang disajikan berkonsep ‘Makanan
Kobong’-begitu masyarakat setempat menyebutnya.
Kata kobong mengacu
pada kata kebun dalam bahasa
Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar bahan-bahan makanan kobong adalah komoditas yang berasal dari kebun, yakni hasil
dari kekayaan alam Maluku Utara. Makanan pokok yang paling tidak dapat
ditinggalkan dari sajian ini adalah popeda. Popeda merupakan jenis kudapan yang
terbuat dari tepung sagu yang dimasak atau disirami dan diaduk dengan air panas
hingga memiliki tekstur dan bentuk yang serupa dengan lem. Ciri khas popeda
adalah teksturnya yang kenyal serta berwarna bening keputihan, dan berasa hambar.
Rumah makan yang eksteriornya berwarna biru laut ini menyediakan dua jenis popeda, yakni yang terbuat dari sagu merah (tumang), dan dari sagu putih. Di Maluku Utara, selain sebagai makanan sehari-hari, popeda juga selalu dihidangkan pada acara-acara penting dan ini sudah menjadi tradisi turun-temurun. Cara menyajikan popeda tergolong unik. Dua batang alat semacam sumpit digunakan untuk menggulung papeda dari wadahnya lalu dihidangkan di piring untuk disantap. Selain papeda, Rumah Makan Popeda Nurul Sabila juga menyediakan makanan-makanan sumber karbohidrat lainnya, seperti ubi kayu (kasbi), ubi jalar, keladi, dan pisang yang direbus bersama santan, gula, garam, serta daun pandan untuk menambah aromanya. Popeda dan umbi-umbian tersebut sebagai makanan pokok disantap bersama lauk-pauk yang beraneka ragam.
Makanan Kobong |
Kasbi, keladi, dan ubi jalar rebus santan |
pisang rebus santan |
Lauk-pauk yang disajikan dalam makanan kobong diantaranya adalah masakan-masakan olahan ikan: ikan kuah asam (ikan soru), ikan kuah kuning, gohu ikan, serta bermacam jenis masakan sayur: sayur garu, sayur kangkung, dan sayur lilin. Ada pula sayuran segar atau disebut gohu sayur seperti terung, kacang panjang, timun, dan sayur biraro. Selain itu, ada empat jenis sambal sebagai pelengkap kelezatan masakan, atau masyarakat lokal menyebutnya dabu-dabu, yakni dabu-dabu kelapa, dabu-dabu kacang, dabu-dabu manta, dan dabu-dabu rica. Tak lupa pula pemanis mulutnya: menurut kebiasaan masyarakat Maluku Utara, selesai menyantap hidangan makanan kobong, ditutup dengan memakan buah sirih, pinang, pisang, serta kapur.
ikan kuah soru |
pemanis mulut (buah pinang, sirih, pisang, dan kapur) |
sayur garu |
Ikan kuah kuning |
popeda |
penyedap masakan yang ditambahkan sesuai selera |
gohu ikan |
dabu-dabu manta |
kula-kula |
dabu-dabu kelapa |
dabu-dabu kacang |
sayur lilin santan |
gohu sayur |
ikan kuah kuning |
Nama-nama hidangan tersebut tentu terdengar asing
bagi orang-orang yang baru menginjakkan kaki di daerah ini. Sayur garu, sebagai
masakan khas Ternate merupakan sejenis tumisan sayuran, dengan bahan utama daun
ubi, daun papaya, dan terkadang pula ditambahkan dengan jantung pisang dan
kembang papaya. Dilihat dari bahan-bahannya, dapat dipastikan bahwa kudapan ini
kaya akan kandungan gizinya. Ada pula kula-kula, sejenis acar yang terbuat dari
timun, kacang panjang, dan terung yang dipotong kecil, lalu dicampur dengan saus
kacang pedas. Tak lupa pula ikan kuah kuning, pasangan terbaik bagi popeda saat
disantap. Masakan yang berwarna kuning sesuai namanya ini dibuat dengan
menggunakan bahan-bahan seperti bawang putih, bawang merah, tomat, guraka
(jahe), daun kemangi, daun ponda, serai, daun kuning, daun jeruk, jeruk nipis,
cuka, garam, dan ikan.
Mulai pukul sembilan pagi hingga lima sore, rumah
makan ini ramai dikunjungi oleh masyarakat yang ingin menyantap lezatnya makanan kobong. Berhubung lauk-pauk makanan kobong ini banyak dan
membutuhkan waktu memasak yang tidak terbilang singkat, maka untuk keperluan
konsumsi pribadi masyarakat banyak yang lebih memilih untuk menyantapnya di
warung makan. Seperti inilah, salah satu makanan tradisional Maluku Utara yang
masih dipertahankan dan dilestarikan hingga kini.
Menurut salah satu penjual sayur-mayur di Pasar
Gamalama, Kota Ternate dulunya merupakan pusat budidaya sagu dan produksi
popeda. Namun, sekarang pengolahan masakan seperti popeda dan kasbi santan
sudah berpusat di Tobelo. Hal ini dikarenakan selain sagu, ubi kayu pun sudah
tidak dibudidayakan di Kota Ternate, berhubung sudah banyak tanah yang dulunya
merupakan lahan pertanian dan banyak ditanami sagu dan kasbi, kini sudah
dimakan dan dirusak oleh hewan-hewan liar seperti babi.
Menurut penjual itu pula, makanan-makanan khas yang
beredar dan dilestarikan di Maluku Utara pada mulanya berasal dari Kesultanan
Ternate. Sebagai contoh, buah pinang dulunya merupakan makanan istimewa yang
hanya dijamu di kesultanan. Namun, seiring berjalannya waktu, jenis-jenis
pangan atau masakan yang hanya dikonsumsi di Kesultanan pun dikenal oleh
masyarakat dan dapat dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari.
Di Kota Ternate, kita bisa menyusuri jalan memanjang
yang tak berujung di sepanjang pantai, dengan keindahan alam laut di satu sisi,
dan pemandangan kokoh Gunung Gamalama di sisi lawannya. Namun tak kalah menarik
pula untuk singgah di rumah-rumah makan yang menyajikan masakan tradisional
seperti Rumah Makan Popeda Nurul Sabila ini untuk sesaat memanjakan lidah
dengan kudapan lezat kegemaran masyarakat Maluku Utara.
Rumah makan selanjutnya yang dikunjungi adalah Rumah
Makan Jailolo. Lokasi rumah makan ini yang strategis terletak di tepi jalan
lalu lintas utama di area Falajawa 1, mampu menarik minat masyarakat untuk
masuk menyantap hidangannya. Saat kami
datang berkunjung, pada saat sang fajar baru saja tampak untuk menerangi
langit, rumah makan ini sudah memulai aktivitasnya. Dilihat dari namanya, yang
terkira adalah rumah makan yang hanya menyediakan masakan-masakan khas dan
tradisional dari Jailolo, salah satu kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat,
Provinsi Maluku Utara.
Menurut Hj. Nurhayati sebagai pengelolanya, rumah
makan ini menyediakan makanan khas Maluku Utara yang dimodifikasi dan dipadukan
dengan makanan khas dari provinsi lain, terutama Jawa. Ibu Hj. Nurhayati yang
asli orang Jakarta namun sudah menetap di Ternate ini mengatakan bahwa rumah
makan ini memilih konsep masakan yang demikian karena melihat banyaknya
masyarakat Maluku Utara yang merantau ke provinsi luar. Selain itu, banyaknya
turis atau wisatawan yang berkunjung ke Maluku Utara, khususnya Kota Ternate. Harapan
ibu Hj. Nurhayati, saat mereka yang pergi merantau kembali ke tanah kelahiran,
mereka bisa mencicipi lagi citarasa masakan darah asalnya, dan para wisatawan
juga bisa mencoba masakan yang digandrungi masyarakat setempat.
Menu-menu tradisional Ternate atau Maluku Utara yang
dapat dinikmati di rumah makan ini antara lain sayur garu atau di Indonesia
secara umum dikenal dengan nama oseng-oseng. Sayur garu biasanya berbahan baku
daun singkong dan daun papaya, namun di warung ini dimodifikasi dengan
menggunakan kangkung dan menambahkan kembang pepaya, namun dengan menggunakan
bumbu yang sama untuk pembuatan sayur garu. Bumbu-bumbu tersebut antara lain
adalah bawang merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, serai, dan guraka (jahe).
Selain itu, ada daging kecap yang menggunakan
tambahan bunga lawang sebagai rempahnya, dan acar yang biasanya di Ternate
menggunakan sayur seperti kacang panjang, terung, dan timun, di warung ini
ditambahkan pula dengan wortel. Tersedia juga ikan maskering kayu, ikan kuah
kuning atau pada umumnya dikenal dengan nama ikan asam pedas, ikan fufu, dan
sambal goreng singkong. Namun di samping masakan khas Maluku Utara, pengunjung
juga dapat menikmati masakan dari daerah Jawa yang sudah umum dikenal oleh
masyarakat Indonesia seperti bakwan jagung, pecel, urap, capcay, sambal goreng
tempe, dan soto Bandung.
Melihat proses masak-memasak di dapur Rumah Makan Jailolo
ini dan dari hasil wawancara ibu Hj. Nurhayati, dapat diketahui bahwa meskipun
bumbu-bumbunya ada yang dimodifikasi, tapi secara keseluruhan dalam proses
pengolahannya masih mempertahankan rempah-rempah khas Maluku Utara seperti kayu
manis, biji pala, dan cengkeh. Perbincangan kami di rumah makan ini pun ditutup
tatkala hari semakin pagi dan pengunjung semakin ramai yang datang untuk
mengisi perut di Rumah Makan Jailolo.
Ekspedisi yang telah kami lakukan memberi banyak
pengetahuan baru bagi kami. Sama-sama melestarikan budaya dan pangan
tradisional Maluku Utara, namun ada yang menyajikan makanan kobong untuk membuat masyarakat tidak lupa pada masakan
tanah kelahiran serta selalu ada saat masyarakat rindu akan citarasa khas Timur
Indonesia. Di sisi lain, ada pula yang menambahkan ide-ide dan melakukan
inovasi pada masakan-masakan tradisional Maluku Utara agar dapat diterima oleh
lidah masyarakat dari daerah manapun di luar provinsi ini, beserta harapan
masakan Maluku Utara dengan rempah khasnya dapat menempati satu ruang di hati
para pendatang, dan menyimpan rindu untuk suatu hari dapat berkunjung lagi ke
rumah makan dan kota indah ini.